Semalam sekitar pukul 01.30, sebelum tidur aku menyempatkan membuka internet mencari tahu soal kebenaran berita tentang kematian seorang budayawan, sastrawan, dan pembaca essai Sulsel Asdar Muis RMS yang dikabarkan meninggal. Berita itu ternyata benar. Beliau meninggal sekitar pukul 24.00 wita di rumah sakit Pelamonia Makassar. Saya tidak tahu persis beliau sakit apa. Pagi tadi, saya membuka akun facebook dan melihat tulisan dari salah seorang kenalan yang akrab dengan beliau. Katanya kemarin masih sempat telpon-telponan dengan beliau. Sungguh ini berita yang mengagetkan. Namun, lagi-lagi bukan ini yang ingin aku tuliskan.
Sebelum tidur, saya membaca doa seperti biasanya. Aku berkonsentrasi penuh untuk tidur malam ini karena esoknya harus pagi-pagi berangkat ke tempat kerja. Tak ada apapun yang kupikirkan selain tidur dan aku akhirnya tertidur. Aku tidak mengerti mengapa dia kembali hadir dalam mimpiku malam ini. Padahal, aku sama sekali tak pernah membicarakan tentangnya akhir-akhir ini. Menyebut-nyebut namanya atau juga memandangi fotonya. Mimpi itu datang lagi mengingatkan begitu banyak kenangan saat kau masih bersamanya.
Senyumannya. Itu yang selalu membuatku tenang saat melihatnya. Dengan lesung pipinya. Dia terlihat sangat menawan. Aku kembali memimpikan itu. Dia datang dengan senyumnya. Aku memeluknya seolah dalam hatiku hanya ada kerinduan-kerinduan yang menyelimutinya. Aku benar-benar merindukannya. Sangat.
Aku sadar, ini sudah sangat lama. Yang paling tidak aku mengerti adalah mimpi yang datang nyaris saja selalu sama. Dia masih selalu hadir dalam mimpi-mimpiku. Aku bingung. Apa yang harus kujawab jika sampai saat ini, dia masih selalu datang dalam mimpi-mimpiku? Aku berharap dia tahu jika aku berkali-kali berusaha mewujudkan permintaannya untuk melabuhkan hati pada dermaga lain. Tapi aku tetap saja belum bisa. Bagaimana caraku menjelaskan kepada orang tuaku tentang semua itu ketika dia bertanya lagi tentang pernikahan dan menyebut namanya? Mengapa mimpi-mimpi itu masih selalu datang? Padahal ini sudah tiga tahun lamanya. Sudah sangat lama bukan? Mengapa aku belum bisa melepas semuanya? Mengapa perasaan-perasaan itu selalu datang dan menumpukkan begitu banyak kerinduan? Hingga saat inipun tak ada yang bisa aku jawab.
Pernahkah kalian mendengar sebuah kisah tentang seseorang yang rela dan setia menunggu orang yang begitu berarti baginya hingga waktu yang begitu lama? Meski pada akhirnya, dia tak juga dapat bersama orang yang dicintainya. Lalu, sia-siakah penantiannya?
Gowa, 27 Oktober 2014
Aku memimpikanmu kembali.
Cinta memang tak bisa diterka
BalasHapusseperti pula nyawa
kapan meninggalkan raga
untuk selamanya....
Dan rasa setia
sudah jadi nafas cinta
selagi rasa masih hidup dijiwa
menanti sampai mati pun rela...
Betul sekali. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi esok, tetapi rasa optimis harus tetap ada dan harus tetap melekat....
HapusThank's!