warnahost.com

Cerpen: Perempuan Selain Istriku

Namaku Amran. Aku berumur 30 tahun dan telah beristri serta mempunyai seorang anak lelaki yang gagah. Aku bekerja sebagai wartawan lapangan di sebuah media surat kabar di kotaku. Suatu hari di tengah kesibukanku. Tiba-tiba dering handphone milikku berbunyi. Sejenak kuperhatikan nomor tanpa nama yang memanggil di nomorku lalu telpon kuangkat.

“Halo!”
“Assalamualaikum. Dengan kak Amran?”, katanya.

Dari suaranya telah kukenali jika yang menelepon itu adalah seorang perempuan. Itu sudah pasti karena yang kudengar adalah suara perempuan dan telingaku tidak sedang tuli.
“Iya, betul. Ini dengan siapa?”, tanyaku penasaran.

Setelah sedikit berbasa-basi dan mengatakan maksud perempuan itu menelfonku, pembicaraan pun kami akhiri.
Tut.... tut.... tut....
***
Cerpen: Perempuan Selain Istriku

Hari ini adalah waktu yang kami sepakati bersama untuk bertemu. Kupacu sepeda motor honda Beat milikku. Aku menyusuri jalan beraspal dan begitu terik hingga kulitku terasa terbakar walau jaket yang kupakai sangat tebal. Tempatnya berada di sebelah selatan kota tempat tinggalku. Perjalanannya lumayan jauh. Hampir dua jam aku berjuang dengan keringat yang sedikit membasahi bajuku bagian dalam. Aku tiba di tempat tujuan. Seorang perempuan muda berparas cantik berseragam pegawai negeri dengan senyumnya yang juga menawan berjalan mendekatiku. Benar-benar anggun.

“Kak Amran?”, suaranya yang begitu lembut menyambut kedatanganku.
Perempuan itu mengulurkan tangannya. Kubuka sarung tangan dan menyambut salam darinya. Tangannya begitu halus. Lembut.
“Iya”, kujawab singkat saja sesuai pertanyaannya.
“Selamat datang di tempat kami. Saya Dewi yang pernah menelfon meminta kakak datang ke sini”.

Ternyata perempuan yang menelfon seminggu lalu seorang perempuan muda dan cantik. Mungkin seumuran dengan istriku. Aku lalu diajak bertemu dengan pimpinannya dan beberapa orang yang bersangkutan dengan persiapan kegiatan di tempat ini nanti.
***

Tak terasa waktu telah berlalu. Tiga minggu terakhir ini menjadi waktu yang terasa lama sejak pertemuanku dengan Dewi. Aku mungkin telah kerasukan setan. Padahal, beberapa waktu terakhir ini, aku tak pernah merasakan kesepian yang teramat. Mungkin karena aku tinggal sendiri di rumah mungil yang kubeli setahun lalu. Istri dan anakku harus tinggal di rumah mertuaku karena tuntutan tugas yang mengharuskan kami berpisah meski bukan dalam rentang waktu yang lama. Sebulan sekali dan kadang dua kali sebulan kalau sedang ada waktu kosong, aku berkunjung ke rumah orang tuanya untuk melepas rindu dengan istri dan anakku. Untuk sementara waktu harus seperti ini, sambil menunggu surat pindah tugasnya ke kotaku.

Kini aku mempunyai kesibukan baru dengan membalas semua sms dan menerima telpon dari Dewi. Ketika menelpon, waktunya kadang begitu lama hanya ingin mendengar gurauan dan omong kosong atau sekedar berbincang lepas denganku. Setidaknya begitu yang sering dia katakan ketika menelpon.

Dua bulan ini, aku tak punya cukup waktu untuk mengunjungi istriku. Liburnya hanya hari minggu saja. Itupun hanya untuk menyelesaikan persipan kegiatan di tempat kerja Dewi. Karena itu pula, aku keseringan bertemu dengannya. Apalagi Dewi adalah koordinator persiapan pelaksanaan kegiatan itu. Sesekali dia mengajak makan siang atau makan malam bersama. Dari beberapa pertemuan itu, aku tahu jika dia adalah seorang yang suka humor.

Satu minggu ini adalah hari liburnya. Dewi yang juga punya rumah di kotaku berlibur di sana. Kesempatan ini yang membuat aku dan dia setiap hari bertemu. Dewi selalu menungguku di jalan keluar tempat kerjaku. Mengajakku mengunjungi beberapa tempat rekreasi dan tempat-tempat makan yang menurut orang, tempat itu mempunyai masakan yang sangat enak. Aku semakin dekat dengannya. Beberapa hari berlalu. Dari gerak dan cara bicaranya, aku bisa menebak jika dia memiliki perasaan lain terhadapku. Mungkin cinta. Beberapa waktu, aku lupa kalau ada istri dan anakku yang sedang merindukanku.
***

Besok adalah hari terakhir liburannya. Hari itu, Dewi tidak datang dan menunggu di tempat kerjaku karena ada urusan yang harus dia selesaikan sebelum kembali ke daerah tempat kerjanya. Kami hanya janjian bertemu malamnya di sebuah tempat makan yang menjadi tempat favorit kami. Dengan wajah yang sedikit ceria, aku menuju tempat yang kami maksud. Dari luar, kulihat Dewi sedang duduk menunggu. Seorang anak perempuan duduk di sampingnya. Aku duduk di dekatnya.

“Ini anak siapa?”, aku bertanya dan ingin segera mengetahui siapa yang duduk di dekatnya. Dia tak menjawab. Aku mengerutkan keningku. Tidak biasanya dia seperti ini, kataku dalam hati.
“Anakmu?”, tanyaku lagi dengan sedikit bercanda seperti biasanya.
“Iya”, jawabnya singkat.

Kagetnya aku. Aku tak menyangka , jika anak kecil itu adalah anaknya. Aku percaya tidak percaya dengan apa yang kusaksikan malam ini. Dia tidak pernah menceritakan jika telah bersuami dan memiliki seorang putri. Aku sakit hati atau kecewa? Entahlah. Aku tak sempat menyimpannya lama-lama dalam hati. Toh, aku sadar jika akupun sudah tak sendiri lagi. Ada istri dan anakku meski Dewi tak pernah kuberitahu hal ini. Kutatap anak perempuan yang tengah asyik memainkan bonekanya. Perempuan mungil itu mungkin berumur tiga atau empat tahun. Ah, anak itu begitu cantik, secantik ibunya.

Makan malam itu menjadi malam terpahit buatku minggu ini. Mungkin juga buat Dewi. Benar-benar malam yang tak pernah terduga akan seperti ini jadinya.

“Besok aku pulang”, katanya pelan.
“Iya”, hanya itu yang bisa kujawab. Tidak banyak yang kami bicarakan malam itu hingga waktu untuk berpisah mengajak kami meninggalkan tempat makan itu.

Sejak perpisahan itu, aku tak pernah lagi menghubunginya meski dia beberapa kali mencoba untuk menelfon. Aku merasa sangat berdosa kepada istri dan anakku. Hubunganku terputus dengan Dewi sejak saat itu. Aku memutuskan mengambil cuti dan menyenangkan diri di tempat mertuaku. Aku ingin menebus kesalahan yang telah kuperbuat terhadap istri dan anakku, meskipun mereka tak pernah tahu apa yang terjadi.


Makassar, 28 Agustus 2012
Kuselesaikan saat malam meninggalkan mimpiku dalam gelapnya. Seperti biasa, aku tak bisa tidur.

Related Posts

2 komentar

  1. salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
    jujur dalam segala hal tidak akan mengubah duniamu menjadi buruk ,.
    ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

    BalasHapus

Posting Komentar