
Dia melihat tangan gadis kecil itu menggapai-gapai lemah. Tapi, lelaki yang seniman itu tak bisa melakukan apa-apa selain berteriak sekencangnya meminta pertolongan. Dia ingin menolong, tapi dia tak pandai berenang. Dia tak bisa melakukan sesuatu yang lebih baik untuk menyelamatkan keadaan.
Berteriak adalah pilihan pertama dan terakhir. Tak ada siapa-siapa di sana. Gadis kecil itu mati tenggelam dan seniman itu, mungkin juga akan mati dalam penyesalan sebab tak bisa melakukan apa pun.
Demikianlah yang akan terjadi jika tak ada yang bisa dilakukan
Demikianlah yang seharusnya dipikirkan. Seniman yang kehilangan panggung dan ruang berkreasi, seharusnya tidak boleh mati. Keterbatasan sebaiknya membuat dia lebih kreatif dengan potensi yang ada.
Jika panggung dan ruang fisik tak ada lagi, seniman pun akan kehilangan mata pencahariannya, jika dia menggantungkan ember beras dan galon airnya pada amplop jasa pentas. Amplop atau kwitansi honor setelah jasanya digunakan, itu tak akan lagi ada. Saat semua orang tinggal di rumah dan membatasi diri, artinya: ember dan beras takkan lagi dapat terisi.
Di sinilah seniman harus menunjukkan diri dan mengolah kreatifitas. Sebagaimana Leonardo Da Vinci yang membuat Prototipe senjata raksasa untuk menakuti lawannya, dalam sebuah film yang saya lupa judulnya. Kreatifitas dan keterbatasan membuat Leonardo menemukan gagasan baru soal prototipe tadi.
Bagaimana dengan seniman sekarang?
Tapi, tidak semua seniman memiliki ponsel android dan paket data. Seniman masih harus berkontemplasi untuk menunjukkan temuan karya-karya barunya.
Karya seni seharusnya menjadi semangat dalam melakukan perubahan. Temuannya harus menginspirasi umat dalam menyongsong kebaruan. Seniman selalu terbukti menjadi penemu-penemu baru dalam menjalani kehidupan.
Sebagaimana puisi Rendra menjadi jalan baru menunjukkan protes melalui metafora-metafora barunya pun sebagaimana Chairil menemukan gagasan baru puisi sebentuk jauh dari wajah mantra dan syair. Sebagaimana perkembangan fashion yang berubah dari masa ke masa sesuai musim.
Karena banyak seniman yang hanya bisa meniru hasil karya seniman lain. Dia gagal menjadi pemikir dan penemu.
Menjadi penemu adalah impian siapa pun. Termasuk dokter atas penyakit, fisikawan, Alchemistry, Tenaga ahli teknologi tepat guna atau pun yang lainnya. Penemuan mereka dihargai dan dibayar mahal saat dikembangkan.
Tentu, tidak sekedar menemukan harinya terluka parah saat melihat pujaan hatinya berjalan dengan lelaki lain di sebuah pantai, tepat saat ada seorang gadis kecil yang mati tenggelam.
Seniman tanpa penemuan "karya" baru adalah pembeda tegas antara seniman sejati dan seniman sekedar seniman. Seniman gaya-gayaan. Orang Makassar menyebutnya "GAYANAJI"
Makassar_Gowa, 6 Juni 2020
Karena banyak seniman yang hanya bisa meniru hasil karya seniman lain. Dia gagal menjadi pemikir dan penemu.
Menjadi penemu adalah impian siapa pun. Termasuk dokter atas penyakit, fisikawan, Alchemistry, Tenaga ahli teknologi tepat guna atau pun yang lainnya. Penemuan mereka dihargai dan dibayar mahal saat dikembangkan.
Lalu, seniman menemukan apa?
Tentu, tidak sekedar menemukan harinya terluka parah saat melihat pujaan hatinya berjalan dengan lelaki lain di sebuah pantai, tepat saat ada seorang gadis kecil yang mati tenggelam.
Seniman tanpa penemuan "karya" baru adalah pembeda tegas antara seniman sejati dan seniman sekedar seniman. Seniman gaya-gayaan. Orang Makassar menyebutnya "GAYANAJI"
Makassar_Gowa, 6 Juni 2020
Penulis: Andhika Mappasomba
Komentar: