![]() |
Foto by Lina Langit. Festival Rapang Bulang, Roemah Langit, Gowa - Sulsel |
aku menyaksikan tanah dan air berlari-lari kecil pergi tak kembali
dua lembah dan perbukitan menjelma lubang-lubang kematian
aku menyeru pada tanah; "Diamlah!"
aku manusia khalifah mulia
hanya mahkluk iblis yang tak mau tunduk padaku
tanah membangkang
membuka liang lebar menganga
maka masuklah ke sana dua pasang kaum luth menjadi penyangga, menjadi mangsa
ini belumlah kiamat qubro
aku bertanya, kenapa bisa bumi bergoncang dan
kenapa air laut bisa tumpah ke daratan?
bumi menjawab;
"kitab suci telah menjabar jelas, kaum luth, suara musik merobek langit, perkenduan terang di bawah lampu warna-warni, pemimpin yang loba untuk pajak bumi."
bumi menjawab;
"bumi Allah kau pajaki, mahluk Allah kau rendahkan, adzan kau abaikan, anak-anak perempuan melahirkan anak bapaknya, ibu-ibu menjadi budak anaknya."
sepasang homo berciuman di pintu bandara
sepasang homo berpelukan di tepi pantai
sepasang homo terciduk di kamar hotel
sepasang homo bercumbu mesra di angkutan umum
sepasang homo bergelayutan di dalam rimba perkotaan
sepasang homo melucuti pakaian dalam di salon plus
sebaris ayat kitab suci menggambarkan ummat luth, tapi kau abaikan
lalu, kau undang mereka dalam sepasukan baris-berbaris, lalu kau girang melihat mereka berdandan melenggok dengan betis berbulu, cobalah terpingkal sebagaimana terpingkalnya dirimu ketika bumi berguncang, tanah bergerak dan air laut tumpah ke daratan
saya tak pernah kaget
sudah jamak itu terjadi
sudah biasa itu terjadi
seperti seperti itu dari hari ke hari
tak ada lagi Tuhan di dalam Cinta manusia homo Indonesia homo
Politik sialan
membenarkan anus disebut vagina
demi APBD tulang rebutan anjing kemaksiatan
Astagfirullahaladzim
Allahumma Shalli Ala Muhammad Wa Ala Ali Muhammad
aku terbayang tangan mulia Rasulullah memerintahkan diam kepada tanah berguncang dan Umar Bin Khattab menancapkan tongkatnya ke tanah
tangan mulia dan tongkat itu hilang dalam ingatan ummat manusia
musik mengalun
diskotik dan cafe mesum tak mau tahu itu
maka menarilah sampai badai
Gowa 4.10.18
Sebuah Puisi yang fulgar
BalasHapusNamun memang benar
Tak hanya hati bergetar
Bumi pun berdebar-debar
Marahnya sudah besar
Air tenang berubah kasar
Makasih mbak.
BalasHapus.
Semoga ini menggugah hati.