***
Penulis: J – Bogor
Lingkup pertemananku di sekolah adalah sekumpulan orang yang suka bercanda, namun kami tetap bisa serius dalam hal belajar. Namun, aku memiliki kekurangan yaitu, pendengaran dan caraku berbicara sedikit kurang. Aku dilahirkan di keluarga yang lengkap, aku memiliki ayah, ibu, dan 3 saudara perempuan.
Ibuku adalah seorang yang pendengaran dan cara berbicaranya juga kurang, sama sepertiku, begitu pun dengan ketiga saudaraku. Aku senang bergaul, tetapi aku sangat malu apabila harus berkenalan dengan orang baru, dikarenakan tidak semua orang bisa menerimaku apa adanya.
Bulan itu, Februari 2010, aku melihatnya untuk pertama kali. Lelaki bertubuh tinggi, hitam manis, berkacamata, serta berambut sedikit ikal yang berada di kelas VIII F, Kevin namanya. Sesuatu menarikku kepada kepribadiannya. Ia terlihat humble, friendly, juga menyenangkan.
Sejak hari itu hingga seterusnya, aku selalu memperhatikannya dalam diam. Setelah lama memperhatikan, Kevin menyadari dirinya sering diperhatikan olehku. Ia lalu melihatku balik, tetapi hanya sebatas melihat. Sampai pada hari di mana id card-ku tersangkut di tangan Kevin saat kami sedang berpapasan di selasar kantin.
Aku langsung berusaha mengeluarkan tali yang tersangkut di tangannya, lalu secepat mungkin meminta maaf. Ia pun tersenyum kecil sambil mengatakan, “Tidak apa-apa." Sejak saat itulah Kevin mulai mengajakku berbicara terlebih dahulu. Ia juga mengetahui bahwa aku memiliki kekurangan dalam hal mendengar dan berbicara.
Kevin sangat baik, peduli, sopan, suka bercanda, juga sedikit tertutup. Namun, teman-teman sepermainannya sering mengejek Kevin setiap dia akan berbicara denganku. Kevin mulai menjauh dan tidak mengobrol denganku lagi karena terpengaruh oleh ledekan teman-temannya. Aku sangat kecewa dan memutuskan untuk menjauh juga dari Kevin. Setelah pentas seni kelas IX selesai, aku langsung melanjutkan SMA di Jogja dan Kevin juga hilang kabar dari telingaku.
Kembali bertemu
Sampai pada waktunya kuliah, aku memutuskan untuk mengambil jurusan Hukum di salah satu universitas di Jogja. Aku menjalani hari-hari kuliah pada umumnya seperti orang-orang kebanyakan. Organisasi, kelompok belajar, sampai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) aku ikuti. Terkadang tidak semua kegiatan bisa aku hadiri karena ada saatnya aku lelah, juga bertabrakan dengan jadwal kuliah.
Tidak terlalu sulit bagiku, yang memiliki kekurangan dalam hal mendengar dan berbicara untuk beradaptasi dengan lingkungan kuliah, karena anak kuliah kebanyakan sudah bisa mengerti dan menerima satu sama lain.
Hari itu, memasuki semester 2 perkuliahan, aku mengikuti UKM di kampus utama, dikarenakan pertemuan UKM selalu di kampus utama. Saat sedang latihan, aku kaget, sekilas aku melihat orang seperti Kevin sedang berjalan di selasar luar kampus, kebetulan aku latihannya di kebun kampus yang dekat dengan selasar luar kampus.
Aku langsung berpikir, sudah lama sekali aku tidak melihat bahkan memikirkan Kevin, kenapa bisa ada orang yang mirip Kevin? Ya sudahlah aku langsung positive thinking, mungkin itu orang lain. Sampai di kos kok terpikir terus? Aku terus memikirkan apakah itu Kevin atau bukan.
Beberapa hari kemudian di hari yang sama, aku mau memastikan apakah orang kemarin Kevin atau bukan, aku sengaja melihat ke arah selasar luar kampus lagi, ternyata pada saat aku sedang mencari sosok ‘Kevin’ tersebut, muncullah orang tersebut dan secara tidak sengaja dia juga melihatku. Sial! Aku langsung memalingkan mukaku, dalam hatiku rasanya memang seperti Kevin?
Sekitar pukul 9 malam selesai mengikuti UKM, aku langsung bergegas ke motorku untuk segera pulang ke kos, karena hari itu aku capek sekali kuliah dari pagi sampai sore, dilanjutkan dengan mengikuti UKM. Saat sedang menyalakan mesin motor, tiba-tiba ada orang yang menepuk pundakku, “Bocah id card!” panggilnya. Dengan perasaan kaget bercampur senang, aku segera memalingkan mukaku ke belakang, “Kevin!”
Ya, itu memang dia. Penglihatanku masih normal ternyata. Aku bahkan masih mengenali wajah Kevin, meskipun kami sudah lama sekali tidak bertemu. Sejak hari itu, kami sering bertemu juga berbincang bersama. Kevin sering ke kosku, menjemputku untuk sekadar mencari teman makan atau mengerjakan tugas bersama di luar.
Hingga pada suatu hari, Kevin menyatakan perasaannya padaku. Ia mengatakannya di kafe saat kami sedang mengerjakan tugas. Dengan tertawa yang sangat geli, diikuti senyum malu, aku langsung menjawab, “Iya." Hal ini dikarenakan aku sudah tertarik dengan Kevin sejak lama, namun tidak berani mengungkapkan karena keterbatasanku.
......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
***
Kisah dalam cerita ini masih panjang. Jika ingin membacanya sampai selesai, BACA SAJA DI SINI!
Saya membagikan tulisan ini karena ada satu kalimat yang paling saya suka didalamnya:
“Janganlah kita memiliki ketakutan berlebihan sebelum menjalani sesuatu terlebih dahulu.”
Sumber: fimela.com
Komentar: