warnahost.com

Cerpen: KM Tujuh Selamat

Akhirnya, cerita untuk diikutkan kompetisi Saweran Kecebong 3 Warna selesai juga. Cerita ini adalah kisah nyata dari empat pemuda yang merantau ke kampung orang untuk mencari sedikit reseki demi masa depan pada tahun 2001 silam. Sebuah kisah yang hingga kini tetap tak menemui jawaban atas semuanya. Kisah yang tetap menjadi misteri yang belum ada akhirnya.
***
Minggu di pagi yang cerah namun ada sedikit keraguan dan kesedihan yang tampak saat kalian pamit untuk meninggalkan kampung halaman untuk waktu yang tak bisa ditentukan. Aku masih ingat betul ketika kalian meniggalkan kampung tercinta dengan mengendai mobil kijang super berwarna biru tua pagi itu. Entah mengapa ada air mata melihat kalian pergi. Meski kami di sini tahu jika kalian berjuang mencari uang. Dan sebagai anak dari orang tua yang tak mampu memberikan pendidikan sampai jenjang yang lebih tinggi. Sangat beruntunglah yang bisa sampai hingga lulus SMA, bahkan ada juga yang hanya sampai pada sekolah dasar saja.

Kami tinggal di sebuah daerah pinggir pantai yang terletak di kabupaten Bulukumba. Salah satu daerah dibagian ujung kaki pulau Sulawesi. Tentu saja pekerjaan paling utama untuk menghidupi keluarga kami adalah sebagai nelayan. Dan telah menjadi turun temurung jika seorang anak laki-laki pasti akan menjadi pewaris pekerjaan orang tuanya. Ini jugalah yang menjadi salah satu alasan mengapa sangat kurang yang memiliki pendidikan yang tinggi. Banyak orang tua yang beranggapan jika sekolah tidak berarti bagi mereka. Yang penting mereka kuat dan tahan dilaut, itu sudah cukup.

Keberangkatan Rahmat, Haris, Ruddin, dan Syarif ke perantauan tidak lain hanya untuk menjadi pelaut untuk menggantikan sang ayah yang sudah tua. Pekerjaan itu rutin mereka jalani kurang lebih dua tahun terakhir. Apalagi saat itu di kampung kami, keadaan samudera yang seolah mengamuk membuat para nelayan memilih untuk tinggal di rumah. Dan yang lainnya lagi memilih hijrah ke kampung orang untuk melaut.

Hubunganku dengan mereka berempat bukan hanya sebagai keluarga dekat saja. Mereka juga adalah sahabatku sejak kecil. Kami selalu bersama-sama. Bermain bersama dan kadang juga bertengkar. Dari kebersamaan itulah yang membuat kami terasa kehilangan saat mereka pergi. Meski mereka mengatakan pasti akan kembali. Awalnya aku juga berniat untuk berangkat bersama mereka, tapi ayahku melarang. Aku tidak tahu mengapa ayah melarangku, padahal selama ini aku tidak pernah dilarangnya. Apalagi keempat sahabatku itu sangat ingin kami berangkat bersama, begitupun aku. Benar-benar ini untuk pertama kalinya mereka pergi dan aku hanya bisa menatap mereka melambaikan tangan di tepi jalan itu. Aku tak pernah menyangka jika pertemuan itu adalah untuk yang terakhir kalinya. Perpisahan yang memang membuat mereka tak pernah kembali hingga saat ini.

Tiga bulan berlalu. Kejadian yang entah ini adalah rekayasa atau bukan, membuat kapal yang mereka tumpangi bersama tujuh orang lainnya karam di tengah laut. Tujuh orang termasuk pemilik kapal dan anaknya selamat. Sementara Rahmat dan tiga sahabatku yang lain belum juga ditemukan. Awalnya, orang tua mereka termasuk aku sendiri percaya kalau kapal mereka benar-benar tenggelam. Tapi setelah dilakukan pencarian selama dua minggu, mereka belum juga ditemukan. Mayatnya pun tidak pernah ditemukan sampai sekarang. Padahal menurut salah seorang penghuni daerah pinggir pantai yang mereka datangi mengatakan jika setiap ada kapal yang tenggelam dan ada yang meninggal, pasti mayatnya bisa ditemukan. Inilah awal kecurigaan jika kapal itu tidak tenggelam tapi mungkin sengaja ditenggelamkan untuk memuluskan rencana mereka. Wallahu a’lam.

Aku seolah dihantam sesuatu yang tidak kutrahu asalnya dari mana ketika mendengar kabar jika mereka meninggal. Mereka diperkirakan dibunuh. Perkataan pemilik kapal yang selalu berubah-ubah menambah keyakinan jika keempat sahabatku itu menjadi korban pembunuhan. Entah apa motifnya, sampai detik ini tak pernah terjawab. Pihak kepolisian yang menangani kasus ini juga acuh tak acuh menyelidikinya. Mungkin mereka sudah diberi uang oleh pemilik kapal yang terbilang orang berada di kampung kami. Aku dan beberapa keluarga yang lain sempat sangat emosi dan ingin membalas kematian mereka. Tapi kakek kami melarang.

Sepuluh tahun berlalu dan tak ada yang jelas sampai saat ini. Rahmat, Haris, Ruddin, dan Syarif tak pernah kembali. Aku tak pernah bisa mengunjungi kuburannya jika aku ingat mereka. Semua hilang ke dasar samudera. Tak pernah ada yang tahu di mana mereka. Aku sangat terpukul kehilangan empat sahabat sekaligus. Aku hanya bisa mengucapkan selamat jalan kepada mereka kalaupun mereka telah meninggal. Semoga kalian diterima di sisinya. Amin…
***

Aku tidak tahu apakah ini hikmah atau bukan. Aku hanya ingin mengatakan jika kehilangan seorang sahabat itu sangat menyakitkan. Terlebih lagi jika kita bersahabat sejak kecil. Sungguh sangat menyakitkan. Karena itu, jagalah sahabat kalian. Hal lain yang ingin kukatakan dari kejadian ini bahwa raihlah cita-citamu dengan pendidikan setinggi-tingginya. Pendidikan itu sangatlah penting untuk kehidupan di masa kini dan masa depan kita. Kebodohan lebih dekat kepada kebakhilan dan kebakhilan lebih dekat kepada kefakiran. Sebuah hadis dari Watsilah bin Al Asqa’ r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: “Barang siapa menuntut ilmu lalu ia mendapatkannya, maka Allah menulis untuknya dua badian pahala. Dan barang siapa menuntut ilmu tetapi tidak mendapatkannya, maka Allah menulis untuknya satu bagian pahala.” (HR. Thabrani, Majma’uz-Zawa’id).)

Trus, sepahit apapun masalah yang kita hadapi, janganlah diselesaikan dengan emosi karena itu bukan menyelesaikan masalah tapi memperpanjang masalah. Selesaikan dengan kepala dingin. Satu hal lagi, entah ini kebetulan atau memang sudah seperti itu adanya. Nama kapal motor yang mereka gunakan saat kejadian bernama “KM Tujuh Selamat”. Yang selamat saat kejadian tragis itu adalah tujuh orang.


Ian Konjo Ipass berpartisipasi dalam ‘Saweran Kecebong 3 Warna’ yang didalangi oleh Jeng Soes-Jeng Dewi-Jeng Nia”. Disponsori oleh : "Jeng Anggie, Desa Boneka, Kios108".

Related Posts

6 komentar

  1. Mak Cebong 1 datang, membaca dan mencatat. Kisah yang tragis ya, Kang. Semoga mereka sekarang sudah bahagia di sana.

    Terima kasih atas partisipasinya, sudah dicatat sebagai peserta :)

    BalasHapus
  2. @DewiFatma Amin ya Rabb... Awalnya aku sempat percaya nggak percaya dengan kejadian itu. Padahal pemilik kapal itu masih terbilang keluarga dekat.

    Makasih Mak Cebong 1. Tulisan ini lolos juga jadi peserta kontes.... :)

    BalasHapus
  3. Maap Bang Mak Cebong 3 baru datang :-)

    Haduuuhhh gw ampe merinding loh bacanya. Allahu'alam yah Bang. Apapun yang terjadi, semoga keempat sahabat Abang diberikan tempat terbaik oleh Allah SWT. Amien

    Thanks Bang atas partisipasinya dalam acara Mak Cebong. Maish ada 2 kategori loh kalo mau disapu bersih :-)

    BalasHapus
  4. @Mak Cebong 3 Iya, gpp kok.
    Amin ya Rabb. Makasih ya mbak. Aku aja waktu nulis kdang gak bisa nahan prasaan sedihnya. Makanya aku lambat daftarnya, berusaha slesaiin sekuat tenaga. Hehehehe!

    Untuk kategori lainnya, aku sementara nyelesaiin juga nih.

    BalasHapus
  5. wahhh kisahnya masih misteri yachh.....duh kasiha keluarganya yachh...smoga ke-4 sahabat Ian diberikan tempat terbaik disisiNya...dan smoga kasusnya segera terang benderang....

    terimakasih Ian atas partisipasinya...sdh tercatat sbg peserta....

    BalasHapus
  6. @Mak Cebong 2 Amin ya Rabb!!!
    Iya. Sampai skarang kasusnya kayak selalu ditutup-tutupi. Tapi mudah2an scepatnya ada kejelasan n bisa terungkap yang sebenarnya.

    Sama2 Mak Cebong 2.

    BalasHapus

Posting Komentar